Jumat, 13 September 2013

Pengolahan Hasil Penilaian



PENGOLAHAN HASIL PENILAIAN









OLEH:

                                       Dudiyono                          NIM. 391.9.1.12




MAKALAH


Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Sains Al Qur’an
Jawa Tengah di Wonosobo Program Studi Magister Pendidikan Islam
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
pada Mata Kuliah Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan





UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
TAHUN 2013





PENGOLAHAN HASIL PENILAIAN

A.  Pendahuluan
Penilaian atau asesmen merupakan kegiatan pengumpulan insformasi hasil belajar peseta didiksecara berkesinambungan menetapkan apakah peseta didik telah menguasai kompetensi yang ditetapkan oleh kurikulum.Berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh seorang guru dapat memberikan keputusan terhadap prestasi peseta didiknya.
Setelah data dan informasi peseta didik terkumpul, baik secara langsung mapun tidak langsung maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data (hasil penilaian). Mengolah data berarti memberikan nilai dan makna terhadap data yang sudah dikumpulkan sebagaimana dikatakan oleh Carl H. Witherington (1952) “an evaluation is a declaration that samething has or does not have value”. Jika datanya tentang prestasi belajar, berarti pengolahan data tersebut memberi nilai kepada peserta didik berdasarkan kualitas hasil pekerjaannya.
Penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap pecapaian belajar peserta didik.Hasil penilaian tentunya harus dapat dinyatakan dan dirasakan sebagai penghargaan kepada peserta didik yang berhasil atau sebagai pemicu semangat belajar bagi peserta didik yang masih harus berjuang memperoleh keberhasilan (Sudjatmiko dan Lili Nurlaili, 2003: 18).
Fenomena yang terjadi banyak guru (evaluator) yang sudah mengumpulkan data hasil tes dari peserta didiknya, namun belum tahu bagaimana mengolahnya sehingga data tersebut menjadi mubadzir, data tanpa makna. Sebaliknya jika ada data yang relative sedikit, tetapi sudah mengetahui cara pengolahannya maka data tersebut akan mempunyai makna.
Agar data yang terkumpul memiliki makna, guru sebagai evaluator harus benar-benar menguasai bagaimana cara memberikan skor yang baik dan benar-benar dilakukan secara adil sehingga tidak merugikan berbagai pihak. Mengingat begitu pentingnya pengolahan data dan informasi yang kemudian akan memberikan makna terhadap peserta didik maka dalam makalah ini akan mencoba memberikan pemaparan tentang “Bagaimana Pengolahan Hasil Penilaian” yang harus dilakukan oleh seorang evaluator, agar dalam pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan benar sehingga tidak membawa kerugian kepada semua pihak.

B.  Pembahasan
Ketika ada pertanyaan siapakah sebenarnya yang paling bertanggung jawab terhadap hasil belajar peserta didik baik atau buruk?. Jawabannya tentu Guru sebagai evaluator yang sangat bertanggung jawab terhadap keberhasilan proses belajar peserta didik. Tanggung jawab ini merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan oleh Guru agar ia mau dan mampu melakukan perbaikan mutu pendidikan (Nasution, 2011: 77).
Sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa agar mutu pendidikan terjamin kegiatan evaluasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. Tentang penilaian juga diatur di Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa penilaian merupakan proses pengumpulan informasi dalam rangka mengukur pencapaia asil belajar peserta didik. Tanggung jawab itu tentu harus dilakukan oleh guru ketika memberikan penilaian dan mengolah nilai berdasarkan data dan informasi terhadap peserta didik secara obyektif sehingga tidak melakukan kesalahan.

1.    Teknik Pengolahan Hasil Tes
Menurut Zainal Arifin (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada 4 (empat) langkah pokok yang harus ditempuh, yaitu:
a.    Menskor, yaitu memberi skor terhadap hasil tes yang dapat diperoleh oleh peserta didik. Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis alat bantu yaitu kunci jawaban, kunci skoring dan pedoman konversi.
b.    Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai dengan norma tertentu.
c.    Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai baik berupa huruf maupun angka.
d.   Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.
Setelah melaksanakan kegiatan tes dan lembar pekerjaan peserta didik telah diperiksa kebenaran, kesalahan dan kelengkapannya langkah selanjutnya adalah menghitung skor mentah untuk setiap peserta didik berdasarkan ruus-rumus tertentu dan bobot setiap soal.Kegiatan ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi.Sebelum melakukan tes, guru harus sudah menyusun pedoman pemberian skor.Pedoman penskoran sangat penting disiapkan terutama bentuk soal esai (Zainal Arifin, 2009: 223).Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir subyektivitas penilai.
Begitu juga ketika melakukan tes domain afektif dan psikomotor peserta didik , karena harus ditentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Rumus penskoran yang digunakan bergantung pada bentuk soalnya, sedangkan bobot (weight) bergantung pada tingkat kesulitan (difficulty indek), sebagai misal sukar, sedang dan mudah. Untuk lebih jelasnya kami paparkan cara-cara pengolahan hasil evaluasi sebagai berikut:
a.    Cara Memberi Skor Mentah untuk Tes Uraian
Dalam bentuk uraian skor mentah dicari dengan menggunakan system bobot, system bobot itu sendiri dibagi dua cara, yaitu:
1)   Bobot dinyatakan dalam system skor maksimum sesuai dengan tingkat kesukarannya. Sebagai missal untuk soal yang mudah skor maksimumnya adalah 6, untuk skor yang sedang skor maksimumnya 7 dan untuk skor yang tergolong sulit diberi skor maksimum 10. Dengan demikian ketika menggunakan cara ini peserta didik tidak mungkin mendapatkan skor 10.
Contoh 1.
Seorang peserta didik diberi tiga soal dalam bentuk uraian.Setiap soal diberi skor (x) maksimum dalam rentang 1-10 sesuai dengan kualitas peserta didik.

Tabel 1
Penghitungan Skor dengan Sistem Bobot Pertama
No. Soal
Tingkat Kesukaran
Jawaban
Skor (x)
1
Mudah
Betul
6
2
Sedang
Betul
7
3
Sukar
Betul
10
Jumlah
23
Rumus Skor: x
                   s
Keterangan: x = jumlah skor        s = jumlah soal
Jadi Skor peserta didik A = 23/3 = 7,67
2)   Bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Sebagai contoh; soal mudah diberi bobot 3, soal sedang diberi bobot 4 dan soal yang sulit diberi bobot 5. Dengan menggunakan cara ini memungkinkan peserta didik mendapatkan skor 10.
Contoh 2.
Seorang peserta didik dites dengan tiga soal dalam bentuk uraian. Asing-masing soal diberi bobot sesuai dengan tingkat kesulitannya, yaitu bobot 5 untuk soal yang sukar;4 untuk soal sedang, dan 3 untuk soal yang mudah. Tiap-tiap soal diberikan skor (X) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban yang betul.Kemudian skor (X) yang dicapai oleh setiap peserta didik dikallikan dengan bobot setiap soal.
Tabel 2
Penghitungan Skor dengan Sistem Bobot Kedua
No. Soal
Tingkat Kesukaran
Jawaban
Skor (x)

Bobot (B)

XB
1
Mudah
Betul
10
3
30
2
Sedang
Betul
10
4
40
3
Sukar
Betul
10
5
50
Jumlah
23
12
120

Rumus Skor: XB
                   B
Keterangan:
TK   = tingkat kesukaran
X     =  kor tiap soal
B     =  bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal
XB=  jumlah hasil perkalian X dengan B

Dengan demikian skor peserta didik adalah; 120/12 = 10
b.    Cara Memberikan Skor Mentah untuk Tes Objektif
Ada dua cara untuk memberikan skor pada soal tes bentuk objektif, yaitu:
1)   Tanpa menggunakan rumus tebakan (Non Guessing Formula)
Cara ini digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebaikannya.Caranya adalah dengan menghitung jumlah jawaban yang betul saja, setiap jawaban betul diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0.
Jadi, skor = jumlah jawaban yang betul.
2)   Menggunakan Rumus Tebakan (Guessing Formula)
Rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu sudah pernah diujicobakan dan dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya. Adapun rumus-rumus tebakan tersebut adalah;
a)        Untuk item bentuk benar-salah (true-false)
Rumus: S = B - S
Keterangan:  S    = skor yang dicari
                        B  = jumlah jawaban yang benar
S  = jumlah jawaban yang salah
b)      Untuk item bentuk pilihan-ganda (multiple choice)
Rumus: S = B - S
                      n – 1
Keterangan:  S    = skor yang dicari
                        B  = jumlah jawaban yang benar
S  = jumlah jawaban yang salah
n  = jumlah alternative jawaban yang disediakan
1  = bilangan tetap
c)        Untuk soal bentuk menjodohkan (matching)
Rumus: S = B
Keterangan:   S   = skor yang dicari
                        B  = jumlah jawaban yang benar
d)       Untuk soal bentuk jawaban singkat (short answer) dan melengkapi (completion)
Rumus: S = B
Keterangan:   S   = skor yang dicari
                        B  = jumlah jawaban yang benar

2.    Skor Total (Total Score)
Skor total adalah jumlah skor yang diperoleh dari seluruh bentuk soal setelah diolah dengan rumus tebakan (guessing formula) (Zainal Arifin, 2009: 231). Ketika misalnya mengambil contoh di atas maka skor total siswa adalah 20 + 6 + 5 + 7 = 38. Skor ini merupakan skor mentah (raw score).Langkah selanjutnya adalah mengolah skor mentah tersebut menjadi nilai-nilai jadi.

3.    Konversi Skor
Konversi skor adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai peserta didik ke dalam skor terjabar atau skor standar untuk menetapkan nilai hasil belajar yang telah diperoleh. Yang secara tradisional seringkali guru menggunakan rumus sebagai berikut:
Nilai = X 10 (skala 0 – 10)
S
Keterangan :X = jumlah skor mentah
            S = jumlah soal


4.    Cara Memberi Skor untuk Skala Sikap
Data penilaian sikap bersumber dari catatan harian peserta didik berdasarkan pengamatan atau observasi para evaluator.Data hasil pengamatan tersebut kemudian dilengkapi dengan hasil penilaian berdasarkan pertanyaan langsung dan laporan pribasi (Tim Penyusun, 2007: 35).

5.    Cara Memberi Skor untuk Domain Psikomotor
Dalam domain psikomotor yang diukur adalah penampilan dan kinerja.untuk mengukurnya dapat dilakukan dengan cara menggunakan tes tindakan melalui simulasi, unjuk kerja atau tes identifikasi. Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah skala penilaian yang terentang dari sangat baik (5), baik (4), cukup baik (3), kurang baik (2), sampai pada hasil tidak baik (1).

6.    Pengolahan Data Hasil Tes: PAPdan PAN
Setelah diperoleh skor setiap peserta didik, guru hendaknya tidak tergesa-gesa menentukan prestasi belajar (nilai) peserta didik yang didasarkan pada angka yang diperoleh setelah membagi skor dengan jumlah soal, karena cara tersebut dianggap kurang proporsional.Misalnya, seorang peserta didik memperoleh skor 60, sementara skala yang digunakan untuk mengisi buku rapor adalah skala 0 – 10 atau skala 0 – 5, maka skor tersebut harus dikonversikan terlebih dahulu menjadi skor standar sebelum ditetapkan menjadi nilai akhir.

a.    Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Pendekatan ini dititikberatkan pada apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Dapat pula dikatakan penilaian ini dititikberatkan pada kemampuan-kemampuan apa yang telah dicapai oleh eserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program.
Dengan demikian PAP meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik, bukan membandingkan seorang peserta didik dengan teman sekelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau patokan yang spesifik. Kriteria yang dimaksud adalah suatu pengalaman tingkat belajar yang diharapkan tercapai sesudah selesai kegiatan belajar, atau sejumlah kompetensi dasar yang telah ditetakan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar berlangsung.Misalnya kriteris itu menggunakan 75% atau 80%.Bagi peserta didik yang kemampuannya berada di bawah kriteria yang telah ditetapkan dinyatakan belum berhasil dan harus mendapatkan remedial.

b.    Penilaian Acuan Norma (PAN)
Dalam penilaian acuan norma, makna angka (skor) seorang peserta didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar peserta didik lainnya dalam satu kelompok atau kelas. Peserta didik dikelompokkan berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan relative seorang peserta didik jika dibandingkan dengan teman sekelasnya.
Tujuan penilaian acuan norma ini adalah untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan, mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Secara ideal, pendistribusian tingkat kemampuan dalam satu kelompok menggambarkan suatu kurva normal.
Pada umumnya, penilaian acuan norma dipergunakan untuk seleksi. Soal tes dalam pendekatan ini dikembangkan dari bagian bahan yang diangggap oleh guru urgen sebagai sampel dari bahan yang telah disampaikan. Guru berwenang untuk menentukan bagian mana yang lebih urgen. Dengan demikian guru harus membatasi jumlah soal yang diperlukan, karea tidak semua materi yang disampaikan kepada peserta didik dapat dimunculkan soal-soalnya secara lengkap.
Soal-soal harus dibuat dengan tingkat kesukaran yang bervariasi mulai dari yang mudah hingga yang sukar sehingga memberikan kemungkinan jawaban peserta didik bervariasi, soal dapat menyebar, dan dapat membandingkan peserta didik antara yang satu dengan yang lainnya.

C.  Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa pengolahan penilaian merupakan sesuatu yang urgen untuk diaplikasikan di institusi pendidikan karena menyangkut nasib terutama peserta didik dan tidak menimbulkan kerugian berbagai pihak. Dala pengolahan hasil penilaian harus diperhatikan beberapa hal yaitu; teknik pengolahan hasil tes, skor total (total score), konversi skor, cara memberi skor untuk skala sikap, cara memberi skor untuk domain psikomotorik, dan pengolahan data hasil tes yang terdiri dua cara penggunaan yaitu dengan menggunakan penilaian acuan patokan dan penilaian acuan norma.



 


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal, (2006) Konsep Guru tentang Evaluasi dan Aplikasinya dalam Proses Pembelajaran, Tesis, Bandung: Program Pascasarjana UPI.
___________, (2009) Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mariana, Made Alit, (2003) Pembelajaran Remidial, Jakarta: Dinas Pendidikan Nasional
Nasution, (2011) Teknologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bandung: Citra Umbara.
Safari, (2003) Evaluasi Pembelajaran, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sudjatmiko dan Nurlaili, lili, (2003) Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Suyitno, Teguh, (2013) Penilaian Pembelajaran (Materi Diklat Fungsional), Semarang: BDK.
Tim Penyusun, (2007) Pedoman Sistem Penilaian Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas (SMA), Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Witheringthon, C.H., (1952) educational Psychology, Boston : Ginn & Co.