Sabtu, 21 Maret 2015

MEMBANGUN GENERASI BERKARAKTER ISLAMI

MEMBANGUN GENERASI BERKARAKTER ISLAMI[1]

A.  Pendahuluan
Sejalan dengan dinamika era globalisasi dan transparansi informasi telah mampu merubah masyarakat Indonesia untuk melupakan pendidikan karakter yang “Islami”. Padahal pendidikan berkarakter yang bernuansa Islam merupakan pondasi terkuat untuk ditanamkan sejak dini kepada anak-anak muslim sebagai generasi penerus Agama dan Bangsa.[2] Saat ini dengan keterbukaan informasi, sangat mudah kita saksikan berbagai peristiwa yang ternyata telah membawa generasi kita mengalami kemerosotan moral yang sangat dangkal, dan seolah-olah berita itu tidak pernah sepi dari media. Mulai dari peristiwa yang sedang hangat-hanngatnya; munculnya para “BEGAL” motor[3], kasus narkoba, miras oplosan, tawuran pelajar, pergaulan dan seks bebas, aborsi dan tindakan-tindakan menyimpang lainnya, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian materiil dan moril bagi subyek pelaku maupun yang menjadi target korban[4].
Banyaknya perilaku menyimpang terutama bagi generasi muda yang dikenal dengan istilah Juvenile Delinquency[5] ini karena mereka telah “menuhankan” globalisasi, sehingga orientasi manusia tertuju hanya kepada sesuatu yang bersifat gaya hidup materialistik dan keindahan dunia fana. Tidak adanya keseimbangan yang pas antara kebutuhan duniawi yang diharapkan dengan kebutuhan ukhrowi yang membawa manusia mengenal Tuhannya dengan benar inilah yang kemudian mengakibatkan mereka melakukan berbagai cara seperti tindakan-tindakan penyimpangan tersebut.
Berpijak dari berbagai fenomena negatif yang terjadi, maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana solusi terbaik untuk mendidik generasi tangguh yang dapat mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi?. Atas dasar kegelisahan penulis terhadap fenomena tersebut maka penulis mengangkat tema kajian yang berjudul “Membangun Generasi Berkarakter Islami”.


B.  Pembahasan
Karakter dalam perspektif Islam dikenal dengan istilah akhlak. Akhlak dalam pandangan Islam merupakan kepribadian, dimana kerpibadian memiliki tiga komponen yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku. Seseorang dapat dikatakan memiliki kepribadian utuh ketika antara pengetahuan, sikap dan perilakunya memiliki kesamaan. Sebaliknya ketika ketiga komponen itu tidak samaaka dapat dikatakan kepribadian orang tersebut tidak baik atau tidak konsisten. Sebagai misal; dia tahu bahwa menolong itu baik, dia sia untuk menolong, tetapi kemudian tidak menolong, ini mengindikasikan bahwa kepribadian orang tersebut tidak konsisten atau pecah kepribadiannya. Dengan demikian memiliki akhlak itu sangan penting karena sebagai tanda bahwa orang tersebut merupakan manusia, bila tidak maka ia bukanlah seorang manusia.[6]
Untuk menjadi pribadi yang ideal, setidaknya ada beberapa profil yang harus terinternalisasikan dalam diri seorang muslim;[7]
1.        Salimul Aqidah (aqidah yang bersih)[8]
2.        Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)[9]
3.        Matinul Khuluq (akhlak yang mulia)[10]
4.        Qowiyyul Jismi (kekkuatan jasmani)[11]
5.        Mutsaqqul Fikri (intelek dalam berfikir)[12]
6.        Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
7.        Harishun ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
8.        Munadhdhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
9.        Qodirun ala Kasbi (mampu berusaha sendiri/mandiri)
10.    Nafi’un lighairihi (bermanfaat bagi orang lain)
Untuk membangun karakter generasi yang Islami tidak semudah membalik tangan, ia membutuhkan cara yang tepat, proses yang cukup panjang dan sistematis. Dalam pandangan Islam, Rasulullah telah memberikan contoh yang tepat, beliau dapat menjadi simbol/ keteladanan umatnya dalam membentuk karakter yang sempurna. Ada beberapa tindakan Rasul dalam menanamkan karakter Islami terhadap anak, yaitu: focus, repetisi, analogi, memperhatikan keragaman, menumbuhkan kreatifitas, berbaur, dan aplikatif.
Dalam mendidik karakter generasi muda agar terwujud akhlak yang ulia dalam setiap pribadinya, ada tiga tahapan strateginya:
1.    Moral Knowing, sebagai langkah pertama  dalam membentuk karakter, dalam tahapan ini generasi kita diorientasikan tentang nilai-nilai. Artinya; generasi kita dapat memilih dan memilah antara akhlak yang mulia dengan akhlak yang tercela.
2.    Moral Loving, belajar untuk mencintai tanpa syarat, maksudnya generasi kita termotivasi untuk melakukan nilai-nilai akhlak mulia dengan penuh kesadaran diri bukan karena keterpaksaan
3.    Moral Doing, ini merupakan puncak dari keberhasilan akhlak, artinya akhlak yang baik telah dapat diterapkan oleh generasi kita dalam kehidupan sehari-hari.

Model Pendidikan Karakter TADZKIROH:
Tunjukan Teladan, Arahkan, Dorong, Zakiyah, Kontinuitas, Ingatkan, Repetasi, Organisasikan dan Heart (sentuhan hati).  

Akhir kalam, semoga sedikit tulisan diatas menggugah kita untuk dapat membangkitkan generasi muslim yang berkarakter, sehingga akan terlahir kehidupan umat yang khairu ummah[13]  yang selalu berpijak terhadap nilai-nilai kenabian dalam al Qur’an dan Sunnah. Amin ya Rabbal’alamin.



[1] Oleh Dudiyono, S.Ag., M.Pd.I., Makalah: disampaikan pada acara kegiatan Fatayat NU di Balai Desa Kedungwuluh Lor, Sabtu 21 Maret 2015.
[2] Mansur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. vii
[4] Kartini Kartono, Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 94-95.
[5] Ibid., hlm. 6.
[6] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. Iv.
[7] Ibid., hlm. 101-105.
[8] QS. 6:162
[9] Sebagaimana hadits yang berbunyi: shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat
[10] QS. 68:4
[11] Sebagaimana hadits; mu’min yang kuat lebih aku cintai dari pada mu’min yang lemah
[12] QS. 39:9
[13] Selengkapnya dapat dibaca di; Moh. Roqib, PROPHETIC EDUCATION; Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Profetik dalam Pendidikan, (Purwokerto: STAIN Press, 2011), hlm. 46-49.