PENGOLAHAN HASIL PENILAIAN
OLEH:
MAKALAH
Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Sains Al
Qur’an
Jawa Tengah di Wonosobo Program Studi Magister Pendidikan
Islam
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
pada Mata Kuliah Kurikulum dan Evaluasi Pendidikan
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
TAHUN 2013
PENGOLAHAN HASIL PENILAIAN
A.
Pendahuluan
Penilaian atau asesmen merupakan
kegiatan pengumpulan insformasi hasil belajar peseta didiksecara
berkesinambungan menetapkan apakah peseta didik telah menguasai kompetensi yang
ditetapkan oleh kurikulum.Berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh
seorang guru dapat memberikan keputusan terhadap prestasi peseta didiknya.
Setelah data dan informasi peseta
didik terkumpul, baik secara langsung mapun tidak langsung maka langkah
selanjutnya adalah melakukan pengolahan data (hasil penilaian). Mengolah data
berarti memberikan nilai dan makna terhadap data yang sudah dikumpulkan
sebagaimana dikatakan oleh Carl H. Witherington (1952) “an evaluation is a
declaration that samething has or does not have value”. Jika datanya
tentang prestasi belajar, berarti pengolahan data tersebut memberi nilai kepada
peserta didik berdasarkan kualitas hasil pekerjaannya.
Penilaian harus memberikan sumbangan
positif terhadap pecapaian belajar peserta didik.Hasil penilaian tentunya harus
dapat dinyatakan dan dirasakan sebagai penghargaan kepada peserta didik yang
berhasil atau sebagai pemicu semangat belajar bagi peserta didik yang masih harus
berjuang memperoleh keberhasilan (Sudjatmiko dan Lili Nurlaili, 2003: 18).
Fenomena yang terjadi banyak guru
(evaluator) yang sudah mengumpulkan data hasil tes dari peserta didiknya, namun
belum tahu bagaimana mengolahnya sehingga data tersebut menjadi mubadzir, data
tanpa makna. Sebaliknya jika ada data yang relative sedikit, tetapi sudah
mengetahui cara pengolahannya maka data tersebut akan mempunyai makna.
Agar data yang terkumpul memiliki
makna, guru sebagai evaluator harus benar-benar menguasai bagaimana cara
memberikan skor yang baik dan benar-benar dilakukan secara adil sehingga tidak
merugikan berbagai pihak. Mengingat begitu pentingnya pengolahan data dan
informasi yang kemudian akan memberikan makna terhadap peserta didik maka dalam
makalah ini akan mencoba memberikan pemaparan tentang “Bagaimana Pengolahan
Hasil Penilaian” yang harus dilakukan oleh seorang evaluator, agar dalam
pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan benar sehingga tidak membawa
kerugian kepada semua pihak.
B.
Pembahasan
Ketika ada pertanyaan siapakah
sebenarnya yang paling bertanggung jawab terhadap hasil belajar peserta didik
baik atau buruk?. Jawabannya tentu Guru sebagai evaluator yang sangat
bertanggung jawab terhadap keberhasilan proses belajar peserta didik. Tanggung jawab
ini merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan oleh Guru agar ia mau dan
mampu melakukan perbaikan mutu pendidikan (Nasution, 2011: 77).
Sebagaimana diamanahkan oleh
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa agar
mutu pendidikan terjamin kegiatan evaluasi adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari kegiatan pembelajaran. Tentang penilaian juga diatur di Peraturan
Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa
penilaian merupakan proses pengumpulan informasi dalam rangka mengukur
pencapaia asil belajar peserta didik. Tanggung jawab itu tentu harus dilakukan
oleh guru ketika memberikan penilaian dan mengolah nilai berdasarkan data dan
informasi terhadap peserta didik secara obyektif sehingga tidak melakukan
kesalahan.
1.
Teknik Pengolahan Hasil Tes
Menurut Zainal Arifin (2006) dalam
mengolah data hasil tes, ada 4 (empat) langkah pokok yang harus ditempuh,
yaitu:
a.
Menskor, yaitu memberi skor terhadap hasil tes yang dapat diperoleh
oleh peserta didik. Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis alat
bantu yaitu kunci jawaban, kunci skoring dan pedoman konversi.
b.
Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai dengan norma
tertentu.
c.
Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai baik berupa huruf
maupun angka.
d.
Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat
validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index),
dan daya pembeda.
Setelah melaksanakan kegiatan tes
dan lembar pekerjaan peserta didik telah diperiksa kebenaran, kesalahan dan
kelengkapannya langkah selanjutnya adalah menghitung skor mentah untuk setiap
peserta didik berdasarkan ruus-rumus tertentu dan bobot setiap soal.Kegiatan
ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena menjadi dasar bagi kegiatan
pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi.Sebelum melakukan tes, guru
harus sudah menyusun pedoman pemberian skor.Pedoman penskoran sangat penting
disiapkan terutama bentuk soal esai (Zainal Arifin, 2009: 223).Hal ini
dimaksudkan untuk meminimalisir subyektivitas penilai.
Begitu juga ketika melakukan tes
domain afektif dan psikomotor peserta didik , karena harus ditentukan
ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai
kompetensi yang telah ditetapkan. Rumus penskoran yang digunakan bergantung
pada bentuk soalnya, sedangkan bobot (weight) bergantung pada tingkat kesulitan
(difficulty indek), sebagai misal sukar, sedang dan mudah. Untuk lebih jelasnya
kami paparkan cara-cara pengolahan hasil evaluasi sebagai berikut:
a.
Cara Memberi Skor Mentah untuk Tes Uraian
Dalam bentuk uraian skor mentah dicari dengan menggunakan system
bobot, system bobot itu sendiri dibagi dua cara, yaitu:
1)
Bobot dinyatakan dalam system skor maksimum sesuai dengan tingkat
kesukarannya. Sebagai missal untuk soal yang mudah skor maksimumnya adalah 6,
untuk skor yang sedang skor maksimumnya 7 dan untuk skor yang tergolong sulit
diberi skor maksimum 10. Dengan demikian ketika menggunakan cara ini peserta
didik tidak mungkin mendapatkan skor 10.
Contoh
1.
Seorang
peserta didik diberi tiga soal dalam bentuk uraian.Setiap soal diberi skor (x)
maksimum dalam rentang 1-10 sesuai dengan kualitas peserta didik.
Tabel 1
Penghitungan Skor dengan Sistem Bobot Pertama
No. Soal
|
Tingkat Kesukaran
|
Jawaban
|
Skor (x)
|
1
|
Mudah
|
Betul
|
6
|
2
|
Sedang
|
Betul
|
7
|
3
|
Sukar
|
Betul
|
10
|
Jumlah
|
23
|
Rumus Skor: ∑x
∑s
Keterangan:
∑x = jumlah skor ∑s = jumlah soal
Jadi
Skor peserta didik A = 23/3 = 7,67
2)
Bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu sesuai dengan
tingkat kesukaran soal. Sebagai contoh; soal mudah diberi bobot 3, soal sedang
diberi bobot 4 dan soal yang sulit diberi bobot 5. Dengan menggunakan cara ini
memungkinkan peserta didik mendapatkan skor 10.
Contoh
2.
Seorang
peserta didik dites dengan tiga soal dalam bentuk uraian. Asing-masing soal
diberi bobot sesuai dengan tingkat kesulitannya, yaitu bobot 5 untuk soal yang
sukar;4 untuk soal sedang, dan 3 untuk soal yang mudah. Tiap-tiap soal
diberikan skor (X) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban yang
betul.Kemudian skor (X) yang dicapai oleh setiap peserta didik dikallikan
dengan bobot setiap soal.
Tabel 2
Penghitungan Skor dengan Sistem Bobot Kedua
No. Soal
|
Tingkat Kesukaran
|
Jawaban
|
Skor (x)
|
Bobot (B)
|
XB
|
1
|
Mudah
|
Betul
|
10
|
3
|
30
|
2
|
Sedang
|
Betul
|
10
|
4
|
40
|
3
|
Sukar
|
Betul
|
10
|
5
|
50
|
Jumlah
|
23
|
12
|
120
|
Rumus Skor: ∑XB
∑B
Keterangan:
TK = tingkat kesukaran
X =
kor tiap soal
B =
bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal
∑XB= jumlah hasil perkalian X dengan B
Dengan
demikian skor peserta didik adalah; 120/12 = 10
b.
Cara Memberikan Skor Mentah untuk Tes Objektif
Ada dua cara untuk memberikan skor
pada soal tes bentuk objektif, yaitu:
1)
Tanpa menggunakan rumus tebakan (Non Guessing Formula)
Cara
ini digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebaikannya.Caranya adalah
dengan menghitung jumlah jawaban yang betul saja, setiap jawaban betul diberi
skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0.
Jadi,
skor = jumlah jawaban yang betul.
2)
Menggunakan Rumus Tebakan (Guessing Formula)
Rumus
ini digunakan apabila soal-soal tes itu sudah pernah diujicobakan dan
dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya. Adapun rumus-rumus
tebakan tersebut adalah;
a)
Untuk item bentuk benar-salah (true-false)
Rumus:
S = ∑B - ∑S
Keterangan: S =
skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang
salah
b)
Untuk item bentuk pilihan-ganda (multiple choice)
Rumus:
S = ∑B - ∑S
n – 1
Keterangan: S =
skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang
salah
n = jumlah alternative jawaban yang disediakan
1 = bilangan tetap
c)
Untuk soal bentuk menjodohkan (matching)
Rumus:
S = ∑B
Keterangan: S =
skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
d)
Untuk soal bentuk jawaban singkat (short answer) dan
melengkapi (completion)
Rumus:
S = ∑B
Keterangan: S =
skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
2.
Skor Total (Total Score)
Skor total adalah jumlah skor yang diperoleh dari seluruh bentuk
soal setelah diolah dengan rumus tebakan (guessing formula) (Zainal
Arifin, 2009: 231). Ketika misalnya mengambil contoh di atas maka skor total
siswa adalah 20 + 6 + 5 + 7 = 38. Skor ini merupakan skor mentah (raw score).Langkah
selanjutnya adalah mengolah skor mentah tersebut menjadi nilai-nilai jadi.
3.
Konversi Skor
Konversi skor adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai
peserta didik ke dalam skor terjabar atau skor standar untuk menetapkan nilai
hasil belajar yang telah diperoleh. Yang secara tradisional seringkali guru
menggunakan rumus sebagai berikut:
Nilai
= ∑X 10 (skala 0 – 10)
∑S
Keterangan :∑X = jumlah skor mentah
∑S = jumlah soal
4.
Cara Memberi Skor untuk Skala Sikap
Data penilaian sikap bersumber dari
catatan harian peserta didik berdasarkan pengamatan atau observasi para
evaluator.Data hasil pengamatan tersebut kemudian dilengkapi dengan hasil
penilaian berdasarkan pertanyaan langsung dan laporan pribasi (Tim Penyusun,
2007: 35).
5.
Cara Memberi Skor untuk Domain Psikomotor
Dalam domain psikomotor yang diukur
adalah penampilan dan kinerja.untuk mengukurnya dapat dilakukan dengan cara
menggunakan tes tindakan melalui simulasi, unjuk kerja atau tes identifikasi.
Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah skala penilaian yang
terentang dari sangat baik (5), baik (4), cukup baik (3), kurang baik (2),
sampai pada hasil tidak baik (1).
6.
Pengolahan Data Hasil Tes: PAPdan PAN
Setelah diperoleh skor setiap peserta didik, guru hendaknya tidak
tergesa-gesa menentukan prestasi belajar (nilai) peserta didik yang didasarkan
pada angka yang diperoleh setelah membagi skor dengan jumlah soal, karena cara
tersebut dianggap kurang proporsional.Misalnya, seorang peserta didik
memperoleh skor 60, sementara skala yang digunakan untuk mengisi buku rapor
adalah skala 0 – 10 atau skala 0 – 5, maka skor tersebut harus dikonversikan
terlebih dahulu menjadi skor standar sebelum ditetapkan menjadi nilai akhir.
a.
Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Pendekatan ini dititikberatkan pada
apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Dapat pula dikatakan penilaian ini
dititikberatkan pada kemampuan-kemampuan apa yang telah dicapai oleh eserta
didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program.
Dengan demikian PAP meneliti apa
yang dapat dikerjakan oleh peserta didik, bukan membandingkan seorang peserta
didik dengan teman sekelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau patokan
yang spesifik. Kriteria yang dimaksud adalah suatu pengalaman tingkat belajar
yang diharapkan tercapai sesudah selesai kegiatan belajar, atau sejumlah
kompetensi dasar yang telah ditetakan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar
berlangsung.Misalnya kriteris itu menggunakan 75% atau 80%.Bagi peserta didik
yang kemampuannya berada di bawah kriteria yang telah ditetapkan dinyatakan
belum berhasil dan harus mendapatkan remedial.
b.
Penilaian Acuan Norma (PAN)
Dalam penilaian acuan norma, makna
angka (skor) seorang peserta didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil
belajarnya dengan hasil belajar peserta didik lainnya dalam satu kelompok atau
kelas. Peserta didik dikelompokkan berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga
dapat diketahui kedudukan relative seorang peserta didik jika dibandingkan
dengan teman sekelasnya.
Tujuan penilaian acuan norma ini
adalah untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan,
mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Secara ideal,
pendistribusian tingkat kemampuan dalam satu kelompok menggambarkan suatu kurva
normal.
Pada umumnya, penilaian acuan norma
dipergunakan untuk seleksi. Soal tes dalam pendekatan ini dikembangkan dari
bagian bahan yang diangggap oleh guru urgen sebagai sampel dari bahan yang
telah disampaikan. Guru berwenang untuk menentukan bagian mana yang lebih
urgen. Dengan demikian guru harus membatasi jumlah soal yang diperlukan, karea
tidak semua materi yang disampaikan kepada peserta didik dapat dimunculkan
soal-soalnya secara lengkap.
Soal-soal harus dibuat dengan
tingkat kesukaran yang bervariasi mulai dari yang mudah hingga yang sukar
sehingga memberikan kemungkinan jawaban peserta didik bervariasi, soal dapat
menyebar, dan dapat membandingkan peserta didik antara yang satu dengan yang
lainnya.
C.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa
pengolahan penilaian merupakan sesuatu yang urgen untuk diaplikasikan di
institusi pendidikan karena menyangkut nasib terutama peserta didik dan tidak
menimbulkan kerugian berbagai pihak. Dala pengolahan hasil penilaian harus
diperhatikan beberapa hal yaitu; teknik pengolahan hasil tes, skor total (total
score), konversi skor, cara memberi skor untuk skala sikap, cara memberi skor
untuk domain psikomotorik, dan pengolahan data hasil tes yang terdiri dua cara
penggunaan yaitu dengan menggunakan penilaian acuan patokan dan penilaian acuan
norma.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal,
(2006) Konsep Guru tentang Evaluasi dan Aplikasinya dalam Proses
Pembelajaran, Tesis, Bandung: Program Pascasarjana UPI.
___________, (2009) Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Mariana, Made
Alit, (2003) Pembelajaran Remidial, Jakarta: Dinas Pendidikan Nasional
Nasution,
(2011) Teknologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Bandung: Citra Umbara.
Safari, (2003) Evaluasi
Pembelajaran, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sudjatmiko dan
Nurlaili, lili, (2003) Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Suyitno, Teguh,
(2013) Penilaian Pembelajaran (Materi Diklat Fungsional), Semarang: BDK.
Tim Penyusun,
(2007) Pedoman Sistem Penilaian Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas
(SMA), Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Witheringthon, C.H., (1952) educational Psychology, Boston :
Ginn & Co.