MEMBANGUN
GENERASI BERKARAKTER ISLAMI[1]
A.
Pendahuluan
Sejalan dengan
dinamika era globalisasi dan transparansi informasi telah mampu merubah
masyarakat Indonesia untuk melupakan pendidikan karakter yang “Islami”. Padahal
pendidikan berkarakter yang bernuansa Islam merupakan pondasi terkuat untuk
ditanamkan sejak dini kepada anak-anak muslim sebagai generasi penerus Agama
dan Bangsa.[2] Saat ini
dengan keterbukaan informasi, sangat mudah kita saksikan berbagai peristiwa
yang ternyata telah membawa generasi kita mengalami kemerosotan moral yang
sangat dangkal, dan seolah-olah berita itu tidak pernah sepi dari media. Mulai
dari peristiwa yang sedang hangat-hanngatnya; munculnya para “BEGAL” motor[3],
kasus narkoba, miras oplosan, tawuran pelajar, pergaulan dan seks bebas, aborsi
dan tindakan-tindakan menyimpang lainnya, yang pada akhirnya menimbulkan
kerugian materiil dan moril bagi subyek pelaku maupun yang menjadi target
korban[4].
Banyaknya
perilaku menyimpang terutama bagi generasi muda yang dikenal dengan istilah Juvenile
Delinquency[5]
ini karena mereka telah “menuhankan” globalisasi, sehingga orientasi manusia
tertuju hanya kepada sesuatu yang bersifat gaya hidup materialistik dan
keindahan dunia fana. Tidak adanya keseimbangan yang pas antara kebutuhan duniawi
yang diharapkan dengan kebutuhan ukhrowi yang membawa manusia mengenal Tuhannya
dengan benar inilah yang kemudian mengakibatkan mereka melakukan berbagai cara
seperti tindakan-tindakan penyimpangan tersebut.
Berpijak dari
berbagai fenomena negatif yang terjadi, maka pertanyaan yang muncul adalah
bagaimana solusi terbaik untuk mendidik generasi tangguh yang dapat
mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi?. Atas dasar kegelisahan
penulis terhadap fenomena tersebut maka penulis mengangkat tema kajian yang
berjudul “Membangun Generasi Berkarakter Islami”.
B.
Pembahasan
Karakter dalam
perspektif Islam dikenal dengan istilah akhlak. Akhlak dalam pandangan Islam
merupakan kepribadian, dimana kerpibadian memiliki tiga komponen yaitu
pengetahuan, sikap dan perilaku. Seseorang dapat dikatakan memiliki kepribadian
utuh ketika antara pengetahuan, sikap dan perilakunya memiliki kesamaan.
Sebaliknya ketika ketiga komponen itu tidak samaaka dapat dikatakan kepribadian
orang tersebut tidak baik atau tidak konsisten. Sebagai misal; dia tahu bahwa
menolong itu baik, dia sia untuk menolong, tetapi kemudian tidak menolong, ini
mengindikasikan bahwa kepribadian orang tersebut tidak konsisten atau pecah
kepribadiannya. Dengan demikian memiliki akhlak itu sangan penting karena
sebagai tanda bahwa orang tersebut merupakan manusia, bila tidak maka ia
bukanlah seorang manusia.[6]
Untuk menjadi
pribadi yang ideal, setidaknya ada beberapa profil yang harus
terinternalisasikan dalam diri seorang muslim;[7]
6.
Mujahadatul
Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
7.
Harishun
ala Waqtihi (pandai menjaga
waktu)
8.
Munadhdhamun
fi Syuunihi (teratur dalam
suatu urusan)
9.
Qodirun
ala Kasbi (mampu berusaha sendiri/mandiri)
10.
Nafi’un
lighairihi (bermanfaat bagi orang lain)
Untuk membangun
karakter generasi yang Islami tidak semudah membalik tangan, ia membutuhkan
cara yang tepat, proses yang cukup panjang dan sistematis. Dalam pandangan
Islam, Rasulullah telah memberikan contoh yang tepat, beliau dapat menjadi
simbol/ keteladanan umatnya dalam membentuk karakter yang sempurna. Ada
beberapa tindakan Rasul dalam menanamkan karakter Islami terhadap anak, yaitu:
focus, repetisi, analogi, memperhatikan keragaman, menumbuhkan kreatifitas,
berbaur, dan aplikatif.
Dalam mendidik
karakter generasi muda agar terwujud akhlak yang ulia dalam setiap pribadinya,
ada tiga tahapan strateginya:
1.
Moral Knowing,
sebagai langkah pertama dalam membentuk
karakter, dalam tahapan ini generasi kita diorientasikan tentang nilai-nilai.
Artinya; generasi kita dapat memilih dan memilah antara akhlak yang mulia
dengan akhlak yang tercela.
2.
Moral Loving,
belajar untuk mencintai tanpa syarat, maksudnya generasi kita termotivasi untuk
melakukan nilai-nilai akhlak mulia dengan penuh kesadaran diri bukan karena
keterpaksaan
3.
Moral Doing, ini merupakan
puncak dari keberhasilan akhlak, artinya akhlak yang baik telah dapat
diterapkan oleh generasi kita dalam kehidupan sehari-hari.
Model Pendidikan Karakter TADZKIROH:
Tunjukan Teladan, Arahkan, Dorong, Zakiyah, Kontinuitas, Ingatkan, Repetasi, Organisasikan dan Heart (sentuhan hati).
Akhir kalam, semoga sedikit tulisan diatas menggugah kita untuk dapat membangkitkan generasi muslim yang berkarakter, sehingga akan terlahir kehidupan umat yang khairu ummah[13] yang selalu berpijak terhadap nilai-nilai kenabian dalam al Qur’an dan Sunnah. Amin ya Rabbal’alamin.
[1]
Oleh Dudiyono, S.Ag., M.Pd.I., Makalah: disampaikan pada acara kegiatan Fatayat
NU di Balai Desa Kedungwuluh Lor, Sabtu 21 Maret 2015.
[2]
Mansur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. vii
[3] http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/3416/1/aksi.begal.menebar.teror,
diakses 20 Maret 2015 pukul 22.00 wib.
[4]
Kartini Kartono, Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 94-95.
[5]
Ibid., hlm. 6.
[6]
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. Iv.
[7] Ibid.,
hlm. 101-105.
[8] QS.
6:162
[9]
Sebagaimana hadits yang berbunyi: shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku
shalat
[10] QS.
68:4
[11]
Sebagaimana hadits; mu’min yang kuat lebih aku cintai dari pada mu’min yang
lemah
[12] QS.
39:9
[13]
Selengkapnya dapat dibaca di; Moh. Roqib, PROPHETIC EDUCATION;
Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Profetik dalam Pendidikan,
(Purwokerto: STAIN Press, 2011), hlm. 46-49.