TEORI
PEMBELAJARAN HUMANIS
A.
Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan suatu aktifitas yang
mengalami proses terus-menerus dan ia adalah unsur yang sangat fundamental
untuk setiap jenis maupun jenjang pendidikan, dengan demikian tujuan pendidikan
akan mengalami sebuah keberhasilan ataupun kegagalan bergantung terhadap
bagaimana peserta didik dalam melaksanakan proses belajar, proses belajar yang
dilakukan peserta didik baik ketika berada pada sekolah maupun ketika di rumah
atau lingkungan keluarga peserta didik tersebut.[1]
Dalam proses pembelajaran peserta didik,
pendidik dalam hal ini adalah guru merupakan direktur yang akan memberikan
arahan terhadap peserta didik agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai
direktur belajar dalam sebuah proses kegiatan belajar mengajar sudah barang
tentu tugas dan tanggung jawab termasuk didalamnya adalah sebagai perencana
pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, sebagai motivator dan
pembimbing, tugas-tugas tersebut akan lebih meningkat.[2]
Peran guru sebagai manager begitu sentral dalam
upaya pensuksesan pembelajaran sebagai bagian dari pendidikan. Kesuksesan
pembelajaran dapat ditujukan dalam rangka membentuk akhlak peserta didik,
mempersiapkan mereka menggapai kebahagiaan dunia dan akherat, mendewasakan
peserta didik dalam rangka mencapai kebutuhan financial, menumbuhkan spirit
keilmiahan dan mempersiapkan peserta didik agar peofesiaonal dalam menghadapi
permasalahan hidupnya.[3]
Mengingat begitu pentingya merealisasikan
tujuan pendidikan, dimana peserta didik ketika sudah mengalami proses
pembelajaran dapat terlepas dari belenggu rohaniah dan jasmaniah sekaligus
menjadikan mereka memperoleh kehidupan bahagia yang haqiqi dan abadi, tentu
seorang pendidik harus dapat memformat pembelajaran dengan sebaik mungkin dan
dapat menerapkan berbagai macam teori pembelajaran yang tepat dalam rangka
mengantisipasi kegagalan tujuan pendidikan yang mulia bagi peserta didiknya.[4]
Dalam suatu pembelajaran, agar tercapai tujuan
yang diharapkan perlu didukung oleh adanya suatu teori belajar, secara umum
teori belajar di kelompokan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: (1)
Teori Pembelajaran Behavioristik (2) Teori Pembelajaran Kognitif (3) Teori Pembelajaran
Humanistik (4) Teori Pembelajaran Sibernik.[5] Dimana dalam penulisan makalah ini penulis
tidak akan membahas semua teori pembelajaran tersebut melainkan hanya akan
membahas tentang Teori Belajar Pembelajaran Humanis.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di
atas maka masalah yang diajukan oleh penulis dalam makalah ini adalah 1) Apa
Pengertian Teori Pembelajaran Humanis? Pertanyaan ini diajukan untuk memperoleh
pengertian tentang pengertian yang jelas mengenai pembelajaran humanis.
Kemudian , 2) Siapa sajakah tokoh Teori Pembelajaran Humanis?, 3) Apa Saja
Prinsip Dalam Teori Pembelajaran Humanis?, 4) Bagaimana Pembelajaran Humanis
dalam Perspektif Islam? Dan 5) Bagaimana Aplikasi dan Implikasi Teori Pembelajaran
Humanis di Sekolah/Madrasah?.
C.
Tujuan Pembahasan Masalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.
Memperoleh pengertian tentang Teori
Pembelajaran Humanis
2.
Mengetahui tokoh-tokoh dalam Teori Pembelajaran
Humanis
3.
Memahami prinsip dalam Teori Pembelajaran
Humanis
4.
Memperoleh pengetahuan tentang Pembelajaran Humanis dalam pandangan Islam
5.
Mengetahui cara mengaplikasikan dan Implikasi Teori
Pembelajaran Humanis di Sekolah/Madrasah
D.
Pembahasan Masalah
1.
Pengertian Teori Belajar Humanistik.
Dalam teori belajar humanistik proses belajar
harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini
sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini
lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya
yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide
belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya,
seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.[6]
Dalam teori belajar humanistik, belajar
dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.[7]
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si
siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.[8]
Menurut hemat kami, Teori Belajar Humanistik
adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan
manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
2.
Tokoh Teori Humanistik
a.
Carl R. Rogers
Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada
mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi.
Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila
tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena
itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber
pada diri peserta didik.[9]
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1)
belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang
bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan
perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam
proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi
menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui
dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses
belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses
belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan
belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang
berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar
siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas
tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3)
membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai
kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada
siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai
siswa sebagaimana adanya.[10]
b.
Arthur W. Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi
individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak
relevan dengan kehidupan mereka.
Ketika peserta didik belum tuntas pada mata
pelajaran tertentu itu bisa jadi bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan
dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus
mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan
kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba
memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada.[11]
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang
lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti
bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam
dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat
pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu
terlupakan.[12]
c.
Abraham Maslow
Abraham Maslow
dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya
bahwa manusia tergerak untuk
memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat
terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs
atau Hirarki Kebutuhan.[13] Kehidupan keluarganya dan pengalaman hidupnya
memberi pengaruh atas gagasan gagasan psikologisnya. Setelah perang dunia ke II, Maslow mulai
mempertanyakan bagaimana psikolog psikolog sebelumnya tentang pikiran manusia. Walau tidak menyangkal sepenuhnya, namun ia
memiliki gagasan sendiri untuk mengerti jalan pikir manusia.[14]
Teori Maslow
didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu usaha
yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan
itu. Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat
untuk merealisasikan potensi potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan
aktualisasi diri.
Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya
bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai
sesuatu yang lebih, Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan mental yang
sehat, dibanding mempelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat
mengalami "puncak pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan
dirinya maupun sekitarnya. Dalam pandangan
Maslow, manusia yang
mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman
dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya.[15]
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah
ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu
juga ia dapat menerima diri sendiri.[16]
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi
tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti
kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di
atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki
kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang
harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan
dasar si siswa belum terpenuhi.[17]
3.
Prinsip-prinsip Teori Pembelajaran Humanis
Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:[18]
a.
Manusia mempunyai kemampuan untuk belajar alami
b.
Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran
dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
c.
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam
persepsi mengenai dirinya.
d.
Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih
mudah dirasakan bila ancaman itu kecil
e.
Bila ancaman itu rendah terdapat pangalaman
siswa dalam memperoleh cara.
f.
Belajar yang bermakna diperoleh jika
siswa melakukannya
g.
Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam
proses belajar
h.
Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat
memberi hasil yang mendalam
i.
Kepercayaan diri pada siswa ditumbuhkan dengan
membiasakan untuk mawas diri
j.
Belajar sosial adalah belajar mengenai proses
belajar
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme
mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu
memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah
terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan
asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila
bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat
di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara
partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang
belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar
atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun
perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas,
dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri
orang lain tidak begitu penting.
4.
Aplikasi dan Implikasi Teori Pembelajaran
Humanis
a.
Aplikasi Teori Pembelajaran
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada
ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang
diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator
bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. [19]
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa
memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses
belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1)
Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2)
Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui
kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3)
Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan
siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4)
Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis,
memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5)
Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan
pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan
menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6)
Guru menerima siswa apa adanya, berusaha
memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong
siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses
belajarnya.
7)
Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai
dengan kecepatannya
8)
Evaluasi diberikan secara individual
berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini
cocok untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
b.
Implikasi Teori Belajar Humanistik
1)
Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas
guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi
kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar
yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):[20]
a)
Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada
penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
b)
Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat umum.
c)
Dia mempercayai adanya keinginan dari
masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang
bermakna tadi.
d)
Dia mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa
untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e)
Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu
sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f)
Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam
kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap
perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi
individual ataupun bagi kelompok
g)
Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap,
fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut
berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya
sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h)
Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam
kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh siswa
i)
Dia harus tetap waspada terhadap
ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama
belajar
j)
Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator,
pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
2)
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
a)
Merespon perasaan siswa
b)
Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan
interaksi yang sudah dirancang
c)
Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
d)
Menghargai siswa
e)
Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
f)
Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa
(penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
g)
Tersenyum pada siswa
5.
Pembelajaran Humanis dalam Perspektif Islam
Islam merupakan agama yang universal, agama
yang dapat diterima oleh kalangan manapun dan pihak manapun di jagad raya ini.
Di samping itu Islam merupakan agama yang konfrehensif (kaffah), artinya
bahwa Islam mengatur para penganutnya tentang bagaimana cara hidup yang benar
terhadap sesama baik terhadap sesama manusia maupun dengan sesame makhluq
(hablum minallah dan hablum minal khalq).[21]
Hubungan yang baik antara manusia terhadap
Allah Swt seringkali disebut dengan istilah ibadah muhdhah dan bersifat
vertical. Sedangkan terkait hubungan manusia dengan sesama makhluk seringkali
diistilahkan dengan ibadah ghairu muhdhah yang bersifat horizontal. Ini berarti
hubungan yang dibangun bukan saja dilakukan dengan sesama muslim namun lebih
luas lagi dengan non muslim dan bahkan secara lebih luas dengan
tumbuh-tumbuhan, hewan, lingkungan dan alam. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa hal tersebut merupakan inti (ruh) dari ajaran Islam yang dapat membawa
rahmat untuk seluruh alam (rahmatan lil alamin).[22]
Dalam proses pembelajaran Islami bertujuan agar
setiap individu memiliki tanggung jawab yang besar untuk dapat mengembangkan
dirinya serta mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia, makhluk Tuhan yang
paling mulia diantara sesama makhluk, sekaligus mampu memerankan dirinya dengan
baik sebagaimana telah diharapkan sesuai dengan perintah Tuhan sebagai
penciptanya. Dengan demikian sebagai manusia yang telah dewasa takkan
dibenarkan ketika mereka tidak dapat memelihara, mengembangkan dan
mengaktualisasikan potensi yang dimiliki dalam dirinya, sehingga tujuan sang
Pencipta untuk menjadi manusia sebagai kholifah di muka bumi memberikan manfaat
terhadap alam semesta baik untuk sesama manusia hewan maupun lingkungannya
bukan malah justru sebaliknya menjadikan kekacauan bagi kedamaian, ketenangan
dan keseimbangan kehidupan manusia maupun lingkungan alam.[23]
Manusia sebagai individu mapun sebagai
masyarakat ketika telah memperoleh pembelajaran humanis Islami, ia akan dapat
menempatkan posisinya dimanapun dalam rangka dapat memberikan manfaat terhadap
lingkungan sekitar dan inilah manusia positif yang diharapkan sebagai khalifah
di muka bumi. Ada beberapa ciri dimana pembelajaran dapat membentuk individu
yang positif sesuai dengan harapan yaitu :
c.
Individu yang Jujur (as-sidq)
Kejujuran akan membawa seseorang untuk
senantiasa memperbaiki segala aktifitasnya dalam meraih kesuksesan, meskipun
mendapatkan kegagalan akan menjadikan kegagalan itu sebagai guru terbaik tanpa
dilandasi dengan keputusasaan. Rasulullah SAW telah memberikan penekanan
terhadap umatnya untuk senantiasa menjadikan jujur sebagai falsafah hidup yang
terjaga dalam kondisi apapun (the way of life). Rasulullah SAW pernah
memberikan informasi tentang kejujuran, “tinggalkanlah hidup dalam keraguan
dan segeralah menuju ketenanngan. Ingat! Bahwa ketenangan itu ada pada
kejujuran. Sebaliknya, kegelisahan adalah buah dari kebohongan”.[24]
d.
Individu yang dipercaya (al-amin)
Manusia telah diwajibkan untuk senantiasa
menjaga keamanahan agar menjadi manusia yang kokoh dan teguh. Disamping amanah
juga sebagai ciri orang yang taqwa, amanah juga menjadikan sebuah tatanan
kehidupan yang aman dan teratur.[25]
e.
Individu yang penyayang (al-Rahim)
Sebagai khalifah di muka bumi akan dapat
memaksimalkan peran dan fungsinya ketika tertanam dalam dirinya sifat
penyayang. Dengan memiliki karakter yang penyayang sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, akan tercipta suasana kehidupan yang harmonos
baik sesama manusia, hewan maupun lingkungan alam.
Menjadikan peserta didik yang siap menghadapi
kehidupan yang nyata sebagai manusia yang sempurna membutuhkan kinerja yang
maksimal. Disinilah pentingnya memberikan informasi terhadap mereka tentang
arti pentingnya manusia sebagai khalifah dibumi yang harus mengerti tugasnya.
Diantara tugas manusia sebagai individu adalah :[26]
a.
Berbuat baik terhadap Tuhannya
b.
Berbuat baik kepada sesama manusia
c.
Menyayangi hewan
d.
Ramah dan menjaga lingkungan
Disamping mempersiapkan peserta didik sebagai individu
yang harus dapat mengembangkan dirinya sehingga dapat mendewasakan diri dalam
kehidupannya baik terhadap Tuhannya dan dirinya. Pembelajaran humanis yang
Islami juga menjadikan peserta didik mampu mempersiapkan mereka dalam
menghadapi kehidupan di tengah keluarga, kehidupan di tengah masyarakat,
kehidupan mereka sebagai warga negara, kehidupan mereka sebagai warga dunia dan
kehidupan mereka di tengah lingkungan alam.[27]
E.
Kesimpulan
Demikian yang dapat kami uraikan dalam makalah
Teori Pembelajaran Humanis, adapun kesimpulan awal yang dapat penulis sampaikan
adalah, bahwa:
1.
Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori
dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa serta
peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya
- Tokoh dalam teori ini adalah C.
Roger, Arthur Comb dan Maslow.
- Aplikasi dalam teori ini, Siswa
diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku. Serta guru hanya sebagai fasilitator.
- Ciri-ciri guru yang fasilitatif
adalah :
a.
Merespon perasaan siswa
b.
Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan
interaksi yang sudah dirancang
c.
Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
d.
Menghargai siswa
e.
Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
f.
Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa
(penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
g.
Tersenyum pada siswa
- Pembelajaran humanis dalam Islam
mempersiapkan peserta didik sebagai individu yang harus dapat
mengembangkan dirinya sehingga dapat mendewasakan diri dalam kehidupannya
baik terhadap Tuhannya dan dirinya. Pembelajaran humanis yang Islami juga
menjadikan peserta didik mampu mempersiapkan mereka dalam menghadapi
kehidupan di tengah keluarga, kehidupan di tengah masyarakat, kehidupan
mereka sebagai warga Negara, kehidupan mereka sebagai warga dunia dan
kehidupan mereka di tengah lingkungan alam.
DAFTAR
PUSTAKA
Abraham H. Maslow. Farther Reaches of Human Nature. New York: Orbis
Book. 1986.
Al-Nawawi. Riyadl
al-Ashalihin Juz I. Muwaqi al Shaid al Fawaid : tt.
Dakir, Prof.Drs. Dasar-dasar
Psikologi, Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
Hadis, Abdul. Psikologi Dalam
Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2006 .
M. Muchjiddin Dimjati & Moh. Roqib, Pendidikan Pembebasan, Yogyakarta:
Yayasan Aksara Indonesia, 2000.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Al-Tarbiyah al -Islamiyah wa
Falasifatuha, Kairo: Isa al-bab al Halabi, 1975.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2005.
Sarlito W. Sarwono. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh
Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. 2002.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta:
PT Adi Mahasatya, 2003.
Tim Penyusun, Islam
Rahmatan Lil’alamin. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2011.
Uno, Hamzah. Orientasi baru Dalam
Psikologi Perkembangan, Jakarta: Bumi aksara, 2006.
[1] Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, cet. ke-11 (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 89.
[2]
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, cet. ke-4
(Jakarta: PT Adi Mahasatya, 2003), hlm. 98.
[3] Muhammad
Athiyah al-Abrasyi, Al-Tarbiyah al -Islamiyah wa Falasifatuha, (Kairo:
Isa al-bab al Halabi, 1975), hlm. 22-25.
[4] M.
Muchjiddin Dimjati & Moh. Roqib, Pendidikan Pembebasan, cet. ke-1
(Yogyakarta: Yayasan Aksara Indonesia, 2000), hlm. 48.
[5]
http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/21/teori-teori-belajar-analisis-mengenai-teori-belajar-humanisme/
[6] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam
Psikologi Perkembangan (Jakarta: Bumi aksara, 2006), hlm. 13.
[13] Sarlito W. Sarwono. 2002. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan
Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. Hlm. 174-178.
[14] Abraham H. Maslow. 1986. Farther Reaches of Human Nature. New York:
Orbis Book. Hlm. 260-280, 299.
[17] Ibid.,
[18] Ibid.,
[21] Sebagaimana
di informasikan dalam Al Qur’an Surat Al-Baqarah (2) : 30
[22] Tim Penyusun, Islam Rahmatan Lil’alamin,
cet. ke-2 (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2011), hlm. 118.
[23] Ibid., hlm. 119.
[24] Al-Nawawi,
Riyadl al-Ashalihin Juz I (Muwaqi al Shaid al Fawaid : tt), hlm. 13.
[26] Tim Penyusun, Islam Rahmatan Lil’alamin,
cet. ke-2 (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2011), hlm. 141-154.
[27] Ibid.,
hlm. 155-195.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar